Social Icons

Pages

Selasa, 22 Maret 2011

Manusia dan Cinta Kasih

CINTAKASIH DAN KEBEBASAN - cirikhas pendidikan

Cinta kasih dan kebebasan: timbal balik/saling melengkapi.
Cintakasih itu bebas, tanpa batas, tanpa syarat, dengan kata lain batasnya adalah kebebasan. Sebaliknya kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih. Cintakasih sejati berarti menghargai dan menghormati harkat martabat yang lain. Atau boleh memimjam ajaran Santo Paulus, sebagaimana dikutip oleh penulis buku "Spiritual Intelegence", Danah Zohar dan Ian Marschall, "Cintakasih itu sabar; kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tatapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkans segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan" (1Kor 13:4-8).

Anak/manusia "ada/lahir" karena dan oleh cintakasih
Bukankah cintakasih dan kebebasan sebagaimana dilukiskan di atas menjiwai sepasang laki-laki dan perempuan di dalam memadu kasih, membangun hidup berkeluarga, sebagai suami isteri? Antara suami dan isteri terjadi hubungan atau komunikasi cintakasih, saling mengasihi melalui dan dengan kata maupun tindakan. Tindakah cintakasih berdua memuncak dalam persetubuhan (sehati, sejiwa, setubuh dst..), dengan kata lain persetubuhan adalah perwujudan kasih, dan ada kemungkinan menghasilkan "buah kasih" yaitu janin, anak. Dengan kata lain anak adalah "buah kasih" atau kasih. Ia "diadakan", dibesarkan, dalam dan oleh cintakasih. Ia dilahirkan dan dididik oleh orangtuanya dalam dan oleh cintakasih. Dengan kata lain: setiap orang adalah kasih, hanya dengan dan oleh kasih ia masih hidup sampai saat ini (ingat: jumlah pengguguran di Indonesia 2.000.000. pertahun, saya dan anda yang masih hidup ini tidak termasuk yang digugurkan?!).

Pendidikan yang baik dijiwai oleh cintakasih dan kebebasan.
Hemat kami cintakasih dan kebebasan yang dihayati oleh para orangtua (ayah dan ibu) dalam mendidik dan mendampingi (membesarkan) anaknya dibutuhkan oleh setiap orang. Jika orang ingin hidup sejahtera ia perlu dipenuhi kebutuhan kasih dan kebebasannya. Sampai mati orang masih membutuhkan cintakasih dan kebebasan itu. Maka di dalam pendidikan formal di sekolah (ingat sekolah adalah pembantu orangtua dalam mendidik anak-anak mereka, berarti melanjutkan pendidikan di dalam keluarga) cintakasih dan kebebasan harus menjiwai proses belajar-mengajar atau proses pembelajaran.

Cintakasih dan kebebasan ini hemat kami sangat dibutuhkan berkaitan dengan reformasi pendidikan atau mengusahakan pendidikan yang baik, yang antara lain berciri:
1) berbasis pada kompetensi anak/peserta didik
2) proses: pendidikan itu proses, bukan instant atau paksaan
3) "cura personalis": pendidikan yang baik memperhatikan masing-masing pribadi atau "cura personalis" (bdk dengan berbasis kompetensi)
4) gembira : pertumbuhan dan perkembangan yang baik membutuhkan suasana atau iklim yang menyejukkan atau menggembirakan (kebebasan?).
5) dst..

Tidak boleh ada paksaan
Segala macam bentuk paksaan/ancaman dari aneka instansi akan mengganggu proses pendidikan atau pembelajaran yang baik. Agar suasana cintakasih dan kebebasan terasa di sekolah, hemat kami perlu diberi kebebasan dan tanggungjawab kepada "para penyelenggara pendidikan/pembantu orangtua dalam mendidik anak-anaknya dan orangtua para peserta didik". Dialog. komunikasi, kerjasama antar mereka mutlak dibutuhkan, sedangkan instansi lain juga sebagai pembantu, yang menyediakan kemungkinan-kemungkinan atau kemudahan-kemudahan untuk menunjang proses pembelajaran, misalnya: dana, kurikulum, dst...

sumber : http://re-searchengines.com/sumarya-sj.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar